Kamis, 3 Juni 2021

Pojok PINTAR #6: Dukungan Orang Tua Siapkan Anak Ikuti Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

Di saat jumlah kasus COVID-19 melonjak tajam dan pembatasan wilayah mulai diberlakukan di beberapa daerah pada Maret 2020, sekolah-sekolah di penjuru Indonesia pun harus memasuki ranah baru. Sekolah harus ditutup, kegiatan belajar-mengajar terpaksa pindah ke ruang virtual.

Dalam suasana yang serba tak pasti, pihak sekolah, orang tua dan murid mencoba memahami ranah baru bernama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Perpindahan mendadak ke ruang maya tak jarang membuat orang tua merasa kewalahan dalam mendampingi anak belajar di rumah, sementara para murid mengeluhkan rasa bosan serta kelelahan akibat terus-menerus memandangi layar gawai. Kondisi ini masih diperparah oleh kesenjangan digital di Indonesia.

Kekurangan infrastruktur atau ketersediaan gawai berarti murid kehilangan kesempatan untuk belajar. Dalam survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia yang dilakukan di trimester kedua tahun 2020 di seluruh negeri, jumlah pengguna internet terbesar berada di Pulau Jawa, yakni 56 persen, diikuti oleh Sumatra (22,1 persen). Angka ini semakin merosot di belahan timur Indonesia, yaitu Sulawesi (7 persen), Bali-Nusa Tenggara (5,2 persen), dan Maluku-Papua (3 persen).

Untuk menghindari terjadinya lebih banyak kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar (learning loss), pada Januari lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai mengizinkan sekolah-sekolah untuk mengadakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas seiring dengan tetap diberlakukannya PJJ.

Dalam episode keenam Pojok PINTAR, pembawa acara Jerry Arvino berbincang dengan  Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd., Direktur Sekolah Dasar, Ditjen PAUD Kemdikbud, serta Merryen Silalahi, Manager Program PINTAR Tanoto Foundation, tentang apa yang perlu diketahui orang tua mengenai aktivitas belajar di sekolah dalam masa pandemi COVID-19.

Episode ini membahas:

a. Apa itu pembelajaran tatap muka terbatas
b. Apa yang perlu disiapkan orang tua dalam membantu anak kembali ke sekolah
c. Pentingnya membina kerja sama antara orang tua, guru dan murid

Kembali ke Sekolah

Kembali diadakannya aktivitas belajar di sekolah membawa perubahan signifikan bagi pihak-pihak yang terlibat. Baik guru dan orang tua perlu bersiap agar perubahan ini tak berdampak negatif bagi pihak mana pun.

Beberapa peraturan dalam PTM terbatas mencakup hanya boleh ada 18 siswa dalam satu kelas dan mereka harus selalu menjaga jarak minimal 1,5 meter. Sekolah akan memberlakukan pergantian jadwal masuk sesuai dengan situasi dan kondisi di daerahnya, misalnya rombongan belajar 1 masuk di hari Senin dan Rabu, sementara rombongan belajar 2 masuk sekolah hari Selasa dan Kamis.

Kegiatan ekstrakurikuler dan olahraga ditiadakan serta kantin tidak diizinkan buka selama dua bulan pertama PTM terbatas.

Semua orang di kawasan sekolah pun wajib mengenakan masker kain tiga lapis atau masker bedah dan secara rutin mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer. Semua orang juga wajib memastikan bahwa mereka dan seluruh anggota keluarga di rumah tidak mengalami gejala COVID-19.

Dengan diberlakukannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang mengatur tentang PTM terbatas pada Maret lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menyatakan bahwa orang tua bebas memilih apakah siswa didik akan terus mengikuti PJJ atau menjalani PTM di sekolah.

“Untuk kelas daring, harus dipastikan satuan pendidikan beserta keluarga dapat memfasilitasi pemanfaatan teknologi digital pada putra-putri didik serta kesiapan guru dalam mendampingi peserta didik,” ujar Wahyuningsih.

“Tentu kami mendorong agar PTM dilakukan secara optimal di sekolah,” tambahnya. “Dengan protokol kesehatan yang ketat, kami juga mendorong terbangunnya perilaku hidup bersih dan sehat agar lingkungan sekolah betul-betul aman dan kondusif untuk anak belajar.”

Hal yang Perlu Dilakukan

Dalam survei U-Report yang dilakukan pada Juni 2020, sebanyak 87 persen dari 4.000 murid Indonesia menyatakan mereka sangat ingin kembali ke sekolah dengan alasan bosan, kurangnya akses internet, serta kurangnya bimbingan dari guru.

Wahyuningsih juga menambahkan bahwa dalam PJJ, interaksi antara murid dengan murid maupun antara murid dengan guru berkurang drastis.

“PTM secara psikologis lebih menumbuhkan mental anak-anak dalam hal kerja sama, kemandirian, gotong royong, dan kepedulian,” ujarnya. “Dalam PTM juga bisa terbangun interaksi dengan masyarakat, walau semua harus dilakukan secara terbatas.”

Merryen mengajukan enam hal yang dapat dilakukan orang tua dalam mempersiapkan anak-anak kembali ke sekolah, yaitu istirahat, memberi tahu, berdiskusi, praktik, perhatian, dan respek.

Waktu istirahat yang cukup merupakan salah satu elemen paling penting dalam perkembangan anak-anak. Dalam PJJ, sangat mungkin anak-anak kurang mendapat waktu istirahat atau tidur yang cukup karena selalu terpapar gawai. Kemudian, beri tahu anak-anak bahwa sekolah kini telah dibuka dan mereka punya pilihan untuk belajar seperti sediakala. Ungkapkan secara terperinci apa yang akan mereka hadapi di sekolah serta apa saja yang harus dipersiapkan di rumah.

Dengan berdiskusi, anak-anak dilatih untuk berbicara secara terbuka dan jujur mengenai perasaannya, termasuk bila ada rasa takut kembali ke sekolah. “Saya sering sampaikan pada anak-anak saya [tentang PTM], saat itu [mereka] excited tapi mereka juga bilang, ‘Sepertinya lebih enak PJJ, lebih santai’. Hal-hal ini yang harus kita diskusikan,” ungkap Merryen.

Praktik membuat kita terbiasa menerapkan rutinitas hidup sehat di rumah. Orang tua juga dapat melibatkan kreativitas supaya anak tidak bosan.

“Misalnya di acara ulang tahun, nyanyikan 4M atau ‘Cuci tangan pakai sabun’,” ujar Merryen sambil mencontohkan dalam nada lagu “Selamat Ulang Tahun”. “Minta mereka buat tulisan juga untuk ditempel di kamar, ini renewal bagi mereka untuk terus mengingat.”

Dalam hal perhatian, anak-anak harus selalu teliti dan menjaga apa pun yang mereka bawa ke sekolah, misalnya bekal makanan atau minuman. Yang terakhir, ajarkan anak-anak untuk bersikap lebih welas asih dan menghargai orang lain. Terutama dalam masa pandemi seperti saat ini, orang tua sepatutnya mengajarkan anaknya untuk lebih bertenggang rasa bila ada teman atau gurunya yang jatuh sakit.

Bergotong Royong

Lingkungan belajar yang baik hanya dapat terjadi bila semua pihak yang terlibat bahu-membahu.

Bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, survei yang dilakukan Tanoto Foundation menunjukkan ketimpangan kesiapan sekolah-sekolah mitra yayasan dalam PJJ. Untuk menjembataninya, Tanoto Foundation mengadakan pelatihan bagi guru dan kepala sekolah dari Mei hingga Juli.

“Kami juga sampai pada sebuah modul yang akan menjawab kebutuhan murid-murid dalam hal blended learning,” kata Merryen, mengacu pada metode pembelajaran virtual dan fisik. “Anak-anak kita sekarang dalam 10 dan 20 tahun ke depan adalah generasi penerus. Kolaborasi Tanoto Foundation dengan Kemendikbud pastinya untuk menyelamatkan generasi ini.”

Wahyuningsih juga mengutarakan bahwa tidak semua orang tua sungguh-sungguh terlibat dalam pendidikan anak-anaknya. Ia mengimbau agar orang tua dapat mengemban peran yang lebih bermakna. “Pendidikan adalah segitiga emas, artinya harus terbangun kolaborasi atau kerja sama antara orang tua, guru dan anak,” katanya.

Ia menekankan agar orang tua dan guru sama-sama berkomunikasi dengan terbuka demi siswa didik. Orang tua, misalnya, dapat bercerita pada guru tentang kebiasaan anak di rumah, sehingga masing-masing pihak dapat menjalin kerja sama yang baik demi pendidikan terbaik bagi murid.

“Bagi orang tua, saya mohon dukungannya untuk mendorong anak-anak melalui komunikasi yang baik,” ujar Wahyuningsih. “Dukungan yang baik ini supaya anak-anak tidak trauma dan tidak khawatir terhadap PTM.”

Cari tahu lebih lanjut https://bit.ly/MenyiapkanPTMAnak-YT

 

Dengarkan di Spotify!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments