Rabu, 26 Juli 2023

Roslina Verauli: Gentle Parents adalah Orang Tua yang Terkoneksi

Mengajari dan menasehati anak dengan lembut memang tidak selalu mudah, apalagi jika orang tua sedang kesal atau tidak sabar. Tapi, mengasuh anak dengan pola kekerasan seperti zaman dahulu tidak lagi relevan. Justru, orang tua didorong untuk menerapkan gentle parenting atau pola asuh yang menekankan kelemahlembutan orang tua, yang dipercaya akan menghasilkan anak yang lebih bahagia dan percaya diri di kemudian hari.

Dalam episode Bincang Inspiratif yang dipandu oleh Bayu Oktara, berbincang dengan Roslina Verauli, yang akrab disapa Vera, seorang psikolog klinis anak yang aktif memberikan edukasi tentang parenting melalui buku maupun konten YouTube. Keduanya membahas cara menerapkan metode gentle parenting dan manfaatnya pada anak.

Beda generasi, beda pola pengasuhan

Banyak orang tua masa kini yang masih mengaplikasikan pola pengasuhan otoriter yang mereka pahami dari zaman orang tuanya dahulu. Padahal, zaman sudah berubah. Dulu, kebanyakan hanya Ayah yang bekerja dan bisa pulang dengan lebih cepat. Tapi sekarang, sudah banyak orang tua yang keduanya bekerja dan karena tekanan yang semakin tinggi, waktu pulang kantor pun semakin larut malam. Tak hanya itu, lebih banyak anak kecil yang kini diasuh oleh pengasuh, yang kerap berganti tiap beberapa bulan.

Nah, apa dampaknya? Kini, anak lebih rapuh secara emosional dengan ambang toleransi frustasi yang lebih rendah dari anak zaman dulu. Peran orang tua yang tidak hadir membuat hilangnya ikatan emosional yang seharusnya membuat mereka lebih merasa aman dan percaya diri. Karena itu, pola pengasuhan dengan kekerasan, seperti orang tua memarahi dan menghukum anak dengan keras menjadi tidak relevan lagi, karena anak akan semakin patah secara emosional. Justru, orang tua masa kini dituntut untuk menerapkan gentle parenting, yaitu pola asuh yang menekankan cinta kasih dan kelemahlembutan orang tua untuk memahami perasaan anak dan lebih mengutamakan pilihan anak dari tuntutan orang tua.

Koneksi dulu, baru koreksi

Saat anak masih kecil, mereka tidak mengerti saat mereka merasa marah atau kecewa. Karena itu, orang tua perlu terlebih dahulu menunjukkan empati pada anak. Di dua tahun pertama kehidupan Si Kecil, orang tua perlu menggunakan kata-kata emosi dengan sering untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Hindari menahan emosi anak dengan melarangnya marah ataupun menangis, karena hal itu bisa menjadi akar dari trauma karena emosinya tidak disalurkan dengan baik.

Salah satu cara mengajar anak melatih apa yang mereka rasakan adalah dengan membacakan buku cerita. Cara orang tua membacakan cerita juga perlu diperhatikan, yaitu dengan menanyakan banyak pertanyaan tentang cerita tersebut kepada anak, serta mengajak anak mencermati ilustrasi dan ekspresi yang ada pada gambar.

Dengan sering bonding dan terkoneksi dengan anak, barulah orang tua bisa memberikan koreksi atas perbuatan anak sambil mengajaknya ngobrol. Dengan pola asuh gentle parenting, anak-anak bisa menjadi semakin percaya diri, mampu mengatur dirinya, mampu menyampaikan pendapat, dan terpenuhi kebutuhan emosinya.

Gentle parenting bukan berarti tidak ada aturan

Menurut Vera, gentle parent bukan berarti orang tua yang submisif pada anak. Tetap akan ada konsekuensi dan aturan main untuk Si Kecil. Hanya saja, cara penyampaiannya lah yang disesuaikan. Contohnya, saat adik memukul kakak di rumah, orang tua bisa menanyakan pada adik kenapa ia sampai memukul kakaknya. Beri tahu adik bahwa saat ia marah, ia bisa mengatasinya dengan menjelaskan perasaannya pada orang tersebut tanpa perlu memukul. Jika perlu, orang tua bisa mengajak bicara anak dengan menggeser setting. Artinya, anak yang akan ditegur diajak berpindah tempat ke ruangan lain, karena hal itu terbukti dapat mengubah respons emosionalnya. Setelah menegur, orang tua bisa meminta anak untuk menjawab sendiri apa yang pantas dilakukan padanya jika hal tersebut terjadi lagi. Hal ini agar mereka sadar bahwa perbuatannya adalah hal yang salah dan akan ada konsekuensinya.

Namun, Vera juga menekankan bahwa sangat manusiawi bagi orang tua untuk tidak sabar, terutama saat stres. Karena itu, penting bagi suami dan istri untuk selalu diskusi tentang siapa yang sedang siap untuk menghadapi anak pada saat itu. Sehingga, mereka bisa bertukar peran dan orang tua yang sedang butuh waktu sendiri tidak kelepasan marah dengan kasar saat anak melakukan kesalahan. Vera juga mendorong orang tua dan anak untuk melakukan pertemuan keluarga setidaknya seminggu sekali untuk membangun empati dan agar perasaan masing-masing anggota keluarga dihargai. Dengan begitu, orang tua bisa lebih mengenali ekspektasi anak dan anak bisa mengenali batasan yang dibuat oleh orang tua.

Saksikan tayang lengkap di channel YouTube Tanoto Foundation : https://www.youtube.com/watch?v=8JNXorWCzzo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments