Jumat, 10 Januari 2020

Mengenal Peta Gizi Indonesia Hasil Kerja Sama Tanoto Foundation dan SMERU

Data mengenai status gizi balita di Indonesia saat ini hanya tersedia untuk tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Data tersebut didapat dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2013.

Untuk melengkapi data tersebut, Tanoto Foundation, organisasi filantropi keluarga independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981, bekerja sama dengan SMERU Institute menyusun peta status gizi Indonesia yang menyediakan informasi terkait status gizi balita hingga tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Data tersebut tersedia untuk enam kabupaten yang termasuk dalam 100 kabupaten prioritas nasional penangangan stunting, yakni Rokan Hulu (Riau), Lampung Tengah (Lampung), Tasikmalaya (Jawa Barat), Pemalang (Jawa Tengah), Jember (Jawa Timur) dan Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur).

Status gizi yang ditampilkan adalah stunting (anak pendek) yang didasarkan pada tinggi badan dan umur (HAZ), underweight (anak berat kurang) yang didasarkan pada berat badan dan umur (WAZ) serta wasting (anak kurus) yang didasarkan pada tinggi badan dan berat badan (WHZ).

Cara Penggunaan Peta Status Gizi di Atas:

  1. 1. Pengguna bisa memilih untuk menampilkan informasi untuk tiga jenis prevalensi status gizi di enam kabupaten terpilih
  2. 2. Pengguna bisa melihat informasi hingga tingkat kecamatan dan desa/kelurahan.

 

Metodologi

SMERU Institute adalah lembaga yang berpengalaman dalam menyusun peta kemiskinan yang menampilkan informasi kemiskinan hingga tingkat wilayah terkecil, yakni desa/kelurahan. Peta status gizi Indonesia ini menggunakan metode Small Area Estimation (SAE) yang selama ini digunakan untuk mengestimasi tingkat kemiskinan.

Metode SAE ini memiliki validitas dan tingkat reliabilitas yang tinggi. Terbukti, Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019 merilis data tahun 2018 mengenai stunting yang mirip dengan data yang dirilis oleh SMERU Institute.

Penyusunan peta gizi ini juga melibatkan verifikasi lapangan untuk mengonfirmasi temuan dan melihat perubahan kondisi status gizi di tahun 2019.

Manfaat

Keberadaan peta gizi hingga di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan akan membantu Pemerintah dalam penyusunan program dan pengambilan kebijakan pencegahan stunting yang lebih tepat sasaran agar lebih efisien dalam penggunaan anggaran dan sumber daya lainnya.

Temuan

Prevalensi status gizi antardesa dalam sebuah kecamatan bervariasi satu sama lain dan tidak terdapat pola yang seragam terkait desa dengan prevalensi tinggi masalah gizi. Hal yang sama juga terlihat untuk prevalensi status gizi antarkecamatan dalam satu kabupaten.

Kondisi status gizi di desa sampel verifikasi cenderung mengalami perbaikan selama kurun waktu 2013-2019. Di Kabupaten Rokan Hulu, terjadi penurunan yang sangat menggembirakan, yakni dari 59,20% pada tahun 2013 menjadi 27,25% pada tahun 2018.

Beberapa faktor penghidupan yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap perubahan status gizi antara lain adalah perubahan tingkat pendidikan orang tua balita, perbaikan sanitasi, akses terhadap air bersih, keterlibatan dalam pekerjaan dan jenis pekerjaan orang tua, dan asupan gizi ibu dan anak baik melalui pemahaman mengenai pola pengasuhan atau karena mereka terpapar dengan program-program gizi.

Sumber Data

Dalam riset ini, SMERU Institute menggunakan data Riskesdas 2013, Podes (Potensi Desa) 2011 yang berisi informasi terkait karakteristik penghidupan di desa yaitu infrastruktur dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta ketersediaan petugas kesehatan. Data dari Sensus Penduduk 2010 juga digunakan dalam penyusunan peta status gizi Indonesia ini.

Baca juga artikel SMERU Institute tentang strategi penurunan angka stunting di Indonesia di sini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments