Jumat, 4 September 2015

Yulius Dala Ngapa: Melawan Keterbatasan demi Menuntut Ilmu

Yulius Dala Ngapa bersama anak-anak Desa Suka Damai.


Pulau Sabu adalah salah satu pulau kecil yang menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau yang memiliki luas tak lebih dari 500 kilometer persegi dan jumlah penduduk sekitar 75 ribu orang hanya dapat dicapai dari Kota Kupang melalui perjalanan laut selama 12 jam atau dengan pesawat terbang kecil. Selama musim penghujan, mayoritas penduduk Pulau Sabu bekerja sebagai petani ladang. Jika musim kemarau, mereka bekerja sebagai penyadap nira.

Meninggalkan kampung halaman untuk melanjutkan pendidikan belum menjadi hal lazim bagi masyarakat Pulau Sabu. Jika mereka memutuskan untuk meninggalkan Pulau Sabu, itu karena mereka bekerja di Kupang. Namun hal ini tidak berlaku bagi Yulius Dala Ngapa, seorang pemuda kelahiran 19 Juli 1986. Tekadnya untuk maju dan memperbaiki nasib keluarga begitu kuat hingga ia memberanikan diri merantau ke Pulau Jawa untuk melanjutkan pendidikannya di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (FMIPA IPB).

Seperti kebanyakan penduduk Pulau Sabu, orang tua Yulius bekerja sebagai penyadap nira. Akses pendidikan dan kondisi ekonomi yang terbatas membuat kedua orang tuanya tidak berpikir untuk menyekolahkan Yulius sampai ke jenjang perguruan tinggi. Sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara, Yulius pun tidak ingin menuntut banyak dari kedua orang tuanya. Waktu mendaftar ke IPB, ia melakukannya dengan diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya. Saat Yulius pergi ke Kupang, ia mendaftar lewat Internet. Saat ia berhasil diterima di IPB pun, ia merahasiakannya dari ayah dan ibunya. Setelah dirasa siap dan dana mencukupi, barulah Yulius minta izin.

“Kalau saya sampaikan kepada orang tua saya perihal niat saya melanjutkan kuliah ke Bogor, kemungkinan besar saya tidak mendapat izin. Jadi saya menunggu saat yang tepat untuk menyampaikan kepada orang tua sambil menabung untuk menyiapkan biaya-biaya,” jelas Yulius.

Setibanya di Bogor, hal pertama yang ia pikirkan adalah bagaimana mencari uang untuk membiayai kuliah dan kebutuhan sehari-jari. Sepulang kuliah, Yulius berkeliling memasukkan lamaran kerja di gerai-gerai makanan cepat saji, juga beberapa bimbingan belajar. Ia akhirnya diterima di sebuah bimbingan belajar di Depok sebagai staf pengajar.

Yulius mengetahui adanya Tanoto Foundation dengan mencari berbagai alternatif untuk pembiayaan kuliah melalui program beasiswa. Motivasi belajar Yulius semakin bertambah saat ia menerima beasiswa dari Tanoto Foundation pada tahun 2014, saat ia menjadi mahasiswa Semester 3. Hingga kini di Semester 5, ia berhasil mempertahankan prestasi akademisnya dan tetap menjadi seorang Tanoto Scholar, atau penerima beasiswa Tanoto Foundation.

(Baca: Daftar Beasiswa Non-Ikatan Dinas)

Selain meringankan beban dari segi finansial, ia merasa mendapat banyak manfaat, terutama dalam peningkatan kapasitas diri sebagai mahasiswa. “Beasiswa Tanoto Foundation merupakan program bergengsi di kampus kami, sehingga saya menjadi lebih percaya diri dan bangga sebagai keluarga besar Tanoto Foundation. Terlebih, Tanoto Foundation selalu melibatkan penerima beasiswanya dalam berbagai kegiatan sehingga hal ini menambah pengetahuan dan pengalaman saya,” papar Yulius.

(Baca: Beasiswa Ikatan Dinas)

Yulius juga aktif di Tanoto Scholars Association IPB. Melalui Program ‘Bina Desa’, ia bersama teman-temannya sesama Tanoto Scholars IPB melakukan berbagai kegiatan bersama anak-anak di Desa Sukadamai, Bogor. Para Tanoto Scholars ini mencoba menumbuhkan kecintaan anak-anak terhadap belajar. Dengan menggunakan berbagai cara yang menyenangkan dan interaktif, mereka memancing rasa ingin tahu anak-anak terhadap lingkungan yang kemudian bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan yang didapat dari berbagai sumber.

“Pengalaman ini mengajarkan saya pentingnya untuk selalu berkontribusi kepada lingkungan sekitar. Saya sekarang menyadari bahwa, ketika saya berupaya memperbaiki kehidupan dan masa depan saya, juga penting untuk membantu lingkungan sehingga masyarakat sekitar kita juga bertambah baik. Dengan demikian, semua menerima manfaat dari perubahan positif yang terjadi,” kata Yulius.

Setelah ia lulus, Yulius berencana untuk kembali pulang ke Pulau Sabu dan menjadi guru di sana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.