Selasa, 31 Agustus 2021

Unlocking Potential: Pengembangan Pemimpin Muda Asia

Pengertian tentang pemimpin mungkin bisa berubah dari masa ke masa, tapi ada beberapa hal mendasar yang bertahan: tujuan dan misi yang kuat, kemampuan memengaruhi dan menggerakan orang lain, serta pengelolaan sumber daya dan manusia untuk memberi dampak.

Sebagai CEO dari Dewan Pemuda Nasional, sebuah badan otonom yang berada di bawah Kementerian Kebudayaan, Komunitas, dan Pemuda Singapura, David Chua turut berbicara soal kepemimpinan pemuda.

Dalam episode terbaru “Unlocking Potential – Conversations with Tanoto Foundation”, CEO Global Tanoto Foundation J. Satrijo Tanudjojo berbincang mengenai kepemimpinan dalam konteks Asia sebagai kawasan yang sedang bertumbuh.

 

Karakter kepemimpinan

Untuk pemimpin muda di dunia yang terus berubah, David mengatakan ada tiga karakter yang sebaiknya dimiliki. “Saya menyebutnya ABC: agile (gesit), blended (terpadu), dan collaborative (kolaboratif),” kata David.

Agile (gesit) bukan hanya terbatas soal fisik, tapi juga dalam proses dan penyesuaian konteks. Ini berarti pemimpin muda harus cepat beradaptasi terutama dalam merespon perubahan situasi.

Blended (terpadu) merujuk pada realita bahwa saat ini terdapat banyak masalah yang membutuhkan pendekatan multidisipliner. Spesialisasi, yang telah menjadi tren terkini di dunia pendidikan, harus memberikan sedikit ruang untuk perspektif yang lebih umum atau generalist karena pemimpin harus mengetahui berbagai hal agar dapat memiliki pandangan holistik.

Collaborative (kolaboratif) terkait dengan perpaduan. Dengan meningkatnya kebutuhan untuk bekerja dengan orang dari latar belakang dan spesialisasi berbeda, kita juga perlu berkolaborasi dengan berbagai institusi dari berbagai sektor.

 

Pengalaman dunia nyata

Asia adalah rumah untuk setengah populasi dunia dan hal ini meningkatkan urgensi untuk menumbuhkan pemimpin masa depan dari benua ini.

Menurut David, pengembangan pemimpin di Asia membutuhkan “differentiation and deployment”. Untuk melakukan diferensiasi atau menonjolkan kelebihan, pemimpin muda diharapkan memiliki pemahaman dan perspektif mendalam soal kawasan Asia, mulai dari memahami persamaan dan perbedaan antarnegara dan kawasan. Deployment atau penempatan dimulai dengan membantu pemimpin muda untuk membangun jejaring professional di kawasan dan menyediakan kerangka dukungan dalam bentuk pendanaan, pelatihan, atau program bimbingan.

Di sinilah sektor swasta berperan penting.

“Apa yang sektor swasta, korporasi dan institusi pendidikan tawarkan bukan cuma pelatihan dan skills(kemampuan), tapi juga peluang untuk berkembang dan mendapatkan paparan. Paparan langsung ke dunia nyata sangat penting untuk perkembangan diri,” kata David. “Semakin banyak titik paparan yang bisa kita berikan untuk pemuda tentang bagaimana bentuk, rasa, dan cara kerja dunia nyata, semakin baik posisi mereka kelak.”

Jika pepatah lama mengatakan bahwa butuh satu desa untuk membesarkan anak, maka tugas mengembangkan pemimpin masa depan bergantung pada satu bangsa: dari keluarga hingga pemerintah.

Penelitian oleh Dewan Pemuda Nasional Singapura menemukan bahwa keluarga punya arti lebih dari yang mereka sadari, apalagi saat mereka sedang ingin membuktikan kemandiriannya. Menurut David, keluarga “mungkin sebagai pemegang kepentingan yang paling dianggap remeh, tapi sangat penting” karena memengaruhi sistem nilai kita.

Dalam hal menumbuhkan pemimpin muda, pemerintah adalah satu pihak yang bisa menyediakan ruang dan kesempatan untuk belajar membuat kebijakan. “Ada sedikit risiko dalam melibatkan pemuda, tapi mari membuka sebagian ruang untuk mereka. Mari bekerja dengan mereka dan membentuk masa depan Singapura. Mungkin bukan untuk semua kebijakan, tapi beberapa,” kata David.

Selain sektor public dan swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau non-governmental organisations (NGO) juga memainkan peran penting. Menurut David, LSM kadang bisa bertindak lebih bebas dari pemerintah atau perusahaan.

Pada akhirnya, yang terpenting adalah memberikan kesempatan bagi pemimpin muda. “Dalam budaya Asia, kita masih harus memberi lebih banyak ruang dan suara untuk pemimpin muda dan juga lebih terbuka terhadap kebutuhan dan cara pikir mereka. Advokasi menjadi sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan organisasi filantropi tanpa rasa takut terhadap reaksi negatif atau komentar dari sektor lain,” kata David.

Ini juga berlaku sebaliknya. Pemimpin muda juga perlu melangkah maju dan mengambil peran di tengah keterbatasan dan tantangan pribadi.

“Pesan saya untuk pemimpin muda ada tiga: Tetap merakyat, berpeganglah pada nilai-nilai pribadi, dan mulai melangkah,” kata David.

Dengarkan di Spotify!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments