Selasa, 26 Januari 2021

Pembelajaran Daring Masa Pandemi: Lebih Memahami Puisi Rakyat

(Foto: Ilustrasi, dokumen Tanoto Foundation)

 

Belajar dari rumah memang tak semenarik ketika belajar bersama di sekolah. Tapi apa mau dikata, pandemi corona tak kunjung usai. Alhasil, Hermi Syarifud-din, guru kelas 7 SMP 1 Bontang Kalimantan Timur masih harus melakukan pembelajaran jarak jauh.

Hermi mengadopsi praktik MIKiR (mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi) yang dikenalkan Tanoto Foundation dalam pembelajaran di kelas daring yang ia ampu. Pada suatu hari, Hermi mengajarkan perbedaan puisi rakyat. Ia menjelaskan bahwa puisi rakyat banyak jenisnya. Melalui pembelajaran tersebut, diharapkan agar murid mampu mengidentifikasi informasi berupa pesan, rima, dan pilihan kata pada puisi rakyat, seperti pantun, syair, atau bentuk puisi rakyat lainnya yang dibaca dan didengar.

“Unsur pembelajaran MIKiR dapat mentransformasi pola pembelajaran yang lebih hidup, di mana proses pembelajaran berpusat pada murid. Dan guru memfasilitasi proses belajar,” tuturnya.

Dengan metode MIKiR, murid diajak terlibat penuh dalam proses belajar hingga murid dapat lebih kreatif, mampu berkolaborasi dalam tim, dan kritis. Agar lebih dekat, Hermi menggunakan lagu yang mudah dihafal anak sebagai contoh untuk mengenal puisi rakyat. Hermi memulai pembelajarannya melalui Zoom dengan membagikan teks lagu Rasa Sayange karya Paulus Pea.

Hermi meminta 64 murid yang mengikuti pembelajarannya secara online untuk mengamati dan membaca dalam hati lagu tersebut. Setelahnya murid diajak bernyanyi bersama. Hermi melanjutkan dengan memberikan penugasan kepada anak didiknya. Murid dibagi menjadt 10 kelompok dengan fitur break room di Zoom. Murid lalu diberi pertanya-n, serta membuat kesimpulan perbedaan pantun, gurindam dan syair.

“Setiap kelompok, murid merembukkan untuk menjawab pertanyaan diskusi. Tidak hanya menggunakan Zoom meeting, tetapi pelajaran juga bisa diikuti di WhatsApp, dan mencari beberapa informasi di dalam Google,” bebernya. Para murid pun berhasil menyimpulkan perbedaan pan-tun, gurindam dan syair.

Perbedaannya terletak dalam jumlah lariknya, di mana pantun memiliki 4 larik, gurindam memiliki 2 larik, dan syair memiliki 4 larik. Perbedaan juga terletak di suku kata, pantun mempunyai 8-12 suku kata, gurindam memiliki 10-14 suku kata, dan syair memiliki 8-14 suku kata. Rima dalam puisi rakyat pun berbeda, rima pantun dengan larik pertama, kedua adalah sampiran, larik ketiga, keempat adalah isi. Sedangkan rima gurindam a-a atau b-b dengan larik pertama berupa pertanyaan/permasalahan, larik kedua berupa jawaban/perjanjian. Sedangkan rima syair adalah a-a-a-a, larik pertama hingga 4 adalah isi.

“Setelah presentasi kelompok selesai, saya meminta murid membuat satu pantun atau syair bebas. Sesuai kesukaan murid,” kata Hermi.

Menggunakan pertanyaan yang menstimulasi pemikiran murid, Hermi memberikan pertanyaan yang menuntut murid agar menganalisis, evaluasi dan berkreasi. Atau disebut dengan pertanyaan tingkat tinggi. Setelahnya, Hermi menutup kelas dengan refleksi, seperti menanyakan apa saja yang belum dipahami. Dan beruntung ternyata semua murid dapat memahami. Lalu, Hermi menanyakan bagaimana perasaan setelah memahami puisi rakyat

“Mayoritas murid merasakan senang dan akhirnya mampu memanami tentang puisi rakyat. Murid juga mampu menyebutkan dua jenis rima, yaitu rima utuh dan rima sebagian,” pungkasnya. (111/ndufk15)

Artikel ini telah terbit di Harian Kaltim Post edisi 25 Januari 2021 dengan judul: Menengok Pembelajaran Daring di Masa Pandemi: Murid Diajak Mengenal Lebih Jauh Puisi Rakyat

Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi keluarga independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments

Maria nona yasti - September 8, 2021

Baik sekali