Jumat, 29 Januari 2021

Menuju Keseimbangan Filantropis yang Baru

Pada tanggal 26 Januari 2021, Alliance Magazine bekerjasama dengan Centre of Strategic Philanthropy dari Cambridge University menggelar sebuah webinar yang bertajuk “Menuju Keseimbangan Filantropis yang Baru”. Webinar  tersebut menghadirkan pembicara CEO Global Tanoto Foundation, J. Satrijo Tanudjojo, Degan Ali dari Adeso Kenya, Clare Woodcraft dari Emirates Foundation serta Dr. Kamal Munir dari Cambridge University. Webinar tersebut membahas bagaimana pandemi Covid-19 mempercepat pembangunan institusi filantropi di belahan selatan dunia.

Dalam penelitian yang dirilis oleh Cambridge University, kebangkitan institusi filantropi terhambat oleh infrastruktur dan jaringan yang lemah, bergantung dari di mana tempat dan negara institusi filantropi tersebut beroperasi. Filantropi juga turut terhambat oleh kurangnya kolaborasi di berbagai sektor di dalam pemerintahan dan kurangnya pendanaan inti untuk membangun ketahanan ekosistem non-profit.

Dalam risetnya, Kamal Munir mendefinisikan kekuatan filantropi sebagai kemampuan sebuah lembaga untuk membuat orang lain untuk bergerak ke arah yang diinginkan. Dinamika seperti ini hanya bisa berjalan dengan baik apabila lembaga tersebut dapat memahami wilayah kerja mereka. Kamal Munir melanjutkan, hasil penelitiannya menemukan bahwa kurangnya pendanaan dapat menyebabkan minimnya optimalisasi kerja sebuah lembaga. Pandemi ini telah membuka beberapa tantangan yang terpampang jelas bagi organisasi filantropi, namun di saat yang bersamaan juga membuka kesempatan-kesempatan baru dalam memberi dan menjalin solidaritas antar sesama.

Dalam webinar yang dibuka dan dimoderatori oleh Charles Keidan dari Alliance Magazine, narasumber Clare Woodcraft turut memberikan pendapatnya mengenai topik tersebut. Baginya, ada sedikit bias dalam cara pandang beberapa orang mengenai keseimbangan filantropis secara global. Ia berpendapat filantropi tidak seharusnya dibatasi oleh wilayah-wilayah, seperti bagaimana belahan selatan dunia seperti Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara termasuk ke dalam visi dan misi Emirates Foundation karena banyak sekali dari wilayah-wilayah tersebut yang terpengaruh oleh Covid-19.

Ia kemudian berbicara mengenai tiga rekomendasinya untuk filantropi yang lebih kuat, yaitu dengan membangun infrastruktur dalam jaringan, seperti kemitraan dengan banyak pihak, menjalin keterlibatan dengan pemerintah, dan meningkatkan pendanaan bagi organisasi-organisasi masyarakat untuk membantu membangun kemandirian secara lokal.

Saat berbicara, Degan Ali mengingatkan dampak dari memandang filantropi dari kacamata Barat. Ia berpendapat, bahwa adanya beberapa organisasi internasional non pemerintah yang menghentikan aktivitasnya di beberapa negara telah membuka kesempatan bagi bantuan sosial lokal untuk berkembang dan memutus rantai ketergantungan atas bantuan dari organisasi di belahan Bumi utara.

Sementara, Satrijo Tanudjojo membahas mengenai perkembangan dari filantropi lokal di Indonesia. Ia menyebut, meski selama dua dekade terakhir pertumbuhan ekonomi di Indonesia terus menguat, kemiskinan di Indonesia tetaplah menjadi sebuah isu yang tetap harus diangkat dan dituntaskan. Dan dengan pandemi yang terjadi saat ini, terbuka peluang atau potensi bagi organisasi filantropi lokal dan pendanaan sektor swasta. Bagi CEO Global Tanoto Foundation, yang merupakan organisasi filantropi keluarga independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981 tersebut, hal ini dapat mengubah keseimbangan kekuatan dalam filantropi di Indonesia dan tidak bergantung kepada bantuan Barat. 

Selama empat tahun terakhir, aktivitas filantropi di Indonesia telah tumbuh secara signifikan. Investasi Tanoto Foundation di bidang pendidikan di Indonesia saja telah berkembang dari yang semula hanya 3 juta dollar AS, hingga sekarang lebih dari 10 juta dollar AS. Satrijo Tanudjojo percaya bahwa dengan pendidikan yang berkualitas dapat meningkatkan kesetaraan peluang. Namun ia mengakui, filantropi di Indonesia masih belum optimal karena bergerak di lingkungan yang kurang kondusif, masih bergantung kepada individu perorangan dan kurang mendapatkan dukungan. Akan tetapi ia juga mengaku optimis karena pemerintahan Indonesia kini sudah mulai mengintegrasikan kolaborasi antara institusi swasta seperti Tanoto Foundation dengan sektor pemerintahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Comments