#EntikongExpedition,

blog,

MenjadiTeladan

Senin, 15 April 2019

Tanoto Scholars Turut Mengabdi untuk Merevitalisasi Pendidikan Masyarakat Entikong

Senin, 11 Februari 2019, Tanoto Scholars mengikuti program Pengabdian Masyarakat Entikong Expedition bersama Beasiswa 10000. Selama satu minggu, para scholars berperan aktif untuk memberikan dampak nyata dalam bidang pendidikan bagi masyarakat di Entikong, Kalimantan Barat. Kehadiran mereka diharapkan menularkan semangat baru untuk melahirkan generasi unggul di Perbatasan agar memiliki semangat juang tinggi dalam membawa perubahan di Wilayah perbatasan. 10 scholars bersama 7 mahasiswa lainnya hidup berdampingan bersama masyarakat sekaligus melakukan berbagai kegiatan positif untuk membantu masyarakat sekitar.

Ada banyak cerita yang dibawa oleh para scholars setelah menyelesaikan tugas di daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini. Amelia Oktavia, penerima beasiswa Tanoto Foundation yang turut serta dalam pengabdian di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), merasa takjub melihat antusias anak-anak untuk pergi ke sekolah. Banyak tantangan tidak biasa yang harus mereka tempuh untuk sampai di sekolah, salah satunya adalah buruknya infrastruktur jalan menuju sekolah. Anak-anak ini harus berjalan kaki selama satu jam ditengah kegelapan subuh sambil melawan dinginnya udara pagi. Luar biasanya, mereka tetap bersemangat mengenakan putih merah untuk pergi bersekolah yang letaknya jauh. Kelas 1-3 harus mendaki karena sekolahnya berada di atas bukit sementara kelas 4-6 harus berjalan sekitar satu jam karena sekolah mereka berada di desa yang berbeda.

Amelia sangat beruntung mendapat kesempatan untuk mengajar di SD 04 Punti Tapau. Ini merupakan kesempatan berharga bagi mahasiswa PGSD Jambi ini untuk dapat mengamalkan ilmu pengajaran yang sudah dia dapatkan di Universitas Jambi. Amelia mengajarkan materi perhitungan dasar dengan menerapkan pembelajaran kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Media ajar yang Amelia gunakan pun sangat sederhana, yaitu benda-benda yang dapat ditemukan di lingkungan sekitar seperti, batu, bunga, dan roti. Dalam mengajarkan materi penambahan, Amelia menggunakan bunga untuk membuat pembelajaran lebih aktif bagi anak-anak. Perkalian diajarkan dengan sangat asyik menggunakan bebatuan yang ditemukan di sekitar. Selain itu, pembagian diajarkan dengan menggunakan roti untuk membuat anak turut aktif dalam pembelajaran. Amelia benar-benar menikmati proses mengajar dan diajar oleh anak-anak di Sekolah tersebut.

View this post on Instagram

Dusun Punti Engkaras, desa nekan, entikong Kalimantan barat penuh dengan Sejuta cerita dan makna.Di perbatasan indo-malaysia.Rasa nasionalisme yang tinggilah yang membuat mereka tetap memilih dan menetap di garda terdepan,terluar dan terpencil yang penuh kehangatan.hanya ada satu SD untuk kelas 1-3 saja.bagi mereka yang ingin melanjutkan kelas 4-6 mereka harus melewati sekitar 1 jam pejalan kaki dengan melewati medan jalan yg berbahaya. Sedikit tamparan bagi saya melihat anak-anak yang sudah siap berangkat sekolah dengan menggunakan seragam merah putih di kegelapan subuh melawan dinginnya embun pagi. kesusahan sinyal dan minim pencahayaan.kami mengajak warga malamnya nonton bareng agar semua warga dpt mnntn film. saya menerapkan pembelajaran langsung dengan membawa mereka belajar dengan mengaitkan kehidupan sehari2 kontekstual (nyata) menggunakan bebatuan,roti dan bunga2 yg ad di sekitar sekolah menjadikan pembelajaran lebih bermakna.kami sempat mengunjungi pos lintas perbatasan Indonesia-Malaysia langsung untuk melihat keadaan disana dan mencari informasi,anak2 semangat mereka mengikuti senam dengan ceria gembira tampak dari wajah mereka sepertinya memang jarang sekali di adakan senam. di sekolah ini tidak pernah mengadakan upacara bendera, kami pun melatih secara berulng kali. Upacara pun d laksanakan pertama kalinya di sekolah dasar ini dengan penuh hikmat dan khusuk sungguh ini menjadi upacara terharu .setiap siang dan sorenya kami mempunyai kegiatan lainnya seperti pengecekan Gizi, PHBS, membuat kerajinan dari kain percah , sosialaisasi ke rumah-rumah warga, bermain kebendungan,ladang serta memberi santunan berupa sembako sekaligus mengenal lebih dalam masyarakat sekitar.di malam puncak perpisahan menampilkan perfoms dari anak2,warga,dan volunteer.kami semua para volunteer memohon pamit dengan penuh hisak tangisan rasanya kami tak rela meninggalkan warga di sini begitupun sebaliknya. keesokan paginya saat hendak pulang anak2 mengejar mobil yang membawa para volunteer dengan kesedihan.terimkasih pengalaman berharga Volunteer ? ?? iam so proud #tanotoeducation #beasiswa10000 #DukungPendidikanUsungPerubahan #mengabdidenganhati #MenjadiTeladan #Tsa_Jambi

A post shared by A M E L (@amaliaoktavia6) on

Para Scholars memang wajib ambil bagian dalam pay it forward yang merupakan filosofi hidup bagi para penerima beasiswa Tanoto Foudation. Tanoto Foundation selalu menekankan untuk  pay it forward sebagai wujud nyata dalam memberi kembali (apa yang sudah diterima) pada masyarakat. Ini jugalah yang menjadi kerinduan hati dari penerima beasiswa Tanoto Foundation UGM, Fahmi. Mahasiswa Antropologi Budaya ini ingin membuktikan bahwa sebagai mahasiswa dan buruh lapangan, dia mampu ambil bagian dalam merevitalisasi pendidikan bagi masyarakat Entikong. Tidak memiliki pengalaman dalam dunia pendidikan belum mampu meruntuhkan semangat Fahmi untuk mengabdi di daerah perbatasan Indonesia dan Serawak Malaysia itu.

Setelah tiba, Fahmi dan kawan-kawan menemukan permasalahan dalam berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Kesulitan komunikasi dua arah tidak menjadi penghalang bagi Fahmi untuk tetap memberikan pengabdian terbaiknya di Desa tersebut. Penggunaan Bahasa Indonesia memang sudah masif namun itu belum mampu menciptakan komunikasi dua arah yang baik. Para mahasiswa ini harus menyebutkan kata per kata secara perlahan agar dapat dipahami oleh masyarakat Entikong. Fahmi yang terbiasa bergerak dibidang sosial dan pendekatan masyarakat ini tidak menyerah dan tetap melakukan interaksi dengan masyarakat sekitar. Kegiatan mencari bambu dan mencari buah-buahan di ladang menjadi aktivitas yang tak terlupakan bagi Fahmi. Kegiatan tersebut merupakan langkah nyata Fahmu untuk membangun pertemanan dengan pemuda setempat. Fahmi mampu membangun persaudaran yang baik dengan pemuda sekitar melalui berbagai kegiatan yang mereka lakukan bersama-sama.

Tidak berbeda dari Fahmi, Dion Sianipar juga memiliki harapan besar untuk memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat setempat. Salah satu hal yang paling berkesan bagi Dion Sianipar adalah ketika melatih upacara Bendara untuk anak-anak di Desa ini. Anak-anak itu belum pernah melakukan upacara bendera sebelumnya dan meminta untuk diajarkan melakukan upacara. Para pengabdi pun melatih anak-anak untuk melakukan upacara bendera. Setelah 2 kali latihan, pengibaran Bendera Merah Putih akhirnya dilakukan dengan haru biru. Beruntungnya, kehadiran para scholars dan mahasiswa untuk Entikong Expedition ini membayar lunas kerinduan mereka akan upacara bendera. Anak-anak begitu antusias saat melaksanakan upacara bendera yang merupakan pengalaman pertama bagi mereka.Ada juga ketika mereka inisiatif belajar upacara pengibaran bendera. Ternyata sebelumnya mereka belum pernah mengibarkan bendera. Jadi kami latih walau cuma dua kali. Akhirnya saat upacara pengibaran bendera itu mereka semua nangis. Kami juga nangis. (kumparan.com)

Para scholars membawa cerita yang tak terlupakan setelah pulang dari program Entikong Expedition ini. Mereka turut merevitalisasi pendidikan masyarakat Entikong melalui intervensi yang dilakukan ke sekolah, ikut membangun nasionalisme melalui upacara bendera, penyuluhan hidup sehat dan bersih, dan membuat prakarya dari kain bekas. Para scholars mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dengan melakukan kegiatan sosial untuk anak-anak di Entikong ini. Anak-anak Entikong mengajarkan semangat untuk tidak mudah menyerah pada sulitnya keadaan. Tanoto Scholars mendapatkan tamparan keras bahwa mereka juga harus memiliki semangat sebesar anak-anak yang ada di daerah perbatasan ini. Seperti yang selalu disampaikan founder Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto, bahwa para scholars harus selalu don’t give up without a fight.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

AUTHOR

Hotmian Simalango